Menanti Air Mengalir: Tradisi Bedah Bendung Gembiro Pekalongan Tahun Ini Masih Tanda Tanya

Setiap akhir kemarau menjelang musim hujan, warga Kecamatan Kesesi dan Bojong, Kabupaten Pekalongan, menanti tradisi pembukaan pintu Bendungan Gembiro. Namun tahun ini, pelaksanaannya masih belum

Admin

Setiap akhir kemarau menjelang musim hujan, warga Kecamatan Kesesi dan Bojong, Kabupaten Pekalongan, menanti tradisi pembukaan pintu Bendungan Gembiro. Namun tahun ini, pelaksanaannya masih belum dapat dipastikan.

Bendungan Gembiro dibangun pada masa kolonial Belanda sekitar tahun 1930-an. Fungsinya untuk mengairi lahan pertanian lebih dari 1.300 hektare di wilayah Kesesi, Sragi, dan Siwalan, serta menahan banjir di enam desa sekitar. Ketika pintu bendungan dibuka, warga tidak hanya menyaksikan air mengalir, tetapi juga menunggu panen ikan dan aktivitas ekonomi yang menyertainya.

Bagi masyarakat, pembukaan pintu adalah momen panen ikan bersama. Saat air dikuras, ribuan ikan air tawar bermunculan dan mudah ditangkap. Selain menjadi hiburan rakyat, kegiatan ini juga berfungsi untuk membersihkan endapan lumpur dan memastikan sistem irigasi tetap berjalan baik.

Walau dikenal sebagai tradisi tahunan, jadwal pembukaan Bendungan Gembiro tidak pernah pasti. Berbagai faktor teknis dan nonteknis menentukan apakah bendungan akan dibuka atau tidak. Kondisi debit air menjadi pertimbangan utama. Bila air rendah akibat kemarau panjang, pembukaan biasanya ditunda agar pasokan irigasi ke sawah tidak terganggu. Sebaliknya, jika hujan deras datang dan debit air meningkat, pintu bisa dibuka untuk mengantisipasi luapan.

Keputusan pembukaan juga menunggu koordinasi antarinstansi seperti Balai PSDA Pemali-Comal, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Pekalongan, serta Komisi Irigasi. Mereka menyesuaikan jadwal agar aman bagi petani dan masyarakat. Di lapangan, petugas bendungan memeriksa kondisi pintu air, sedangkan warga menyesuaikan waktu panen atau menunda tanam agar tidak terkena dampak irigasi yang dihentikan sementara.

Tradisi ini membawa dampak sosial dan ekonomi besar bagi warga sekitar. Ribuan orang memadati aliran sungai, membawa jala dan ember untuk menangkap ikan yang bermunculan. Bagi sebagian warga, hasil tangkapan bisa dijual atau menjadi sumber pangan keluarga. Pedagang kecil pun ikut meramaikan suasana dengan membuka lapak makanan dan minuman di sekitar lokasi. Di sisi lain, petani mendapat manfaat jangka panjang karena bendungan yang dibersihkan mampu menyalurkan air lebih baik dan mengurangi risiko banjir di musim hujan.

Namun ada risiko bila waktu pembukaan tidak tepat. Saat irigasi dihentikan, lahan pertanian yang belum dipanen bisa kekeringan. Karena itu, keputusan pembukaan harus mempertimbangkan kesiapan petani dan kondisi cuaca. Pandemi, faktor keamanan, dan keterbatasan anggaran juga pernah menjadi alasan penundaan tradisi ini pada tahun-tahun sebelumnya.

Menjelang akhir Oktober 2025, belum ada keputusan resmi dari Pemerintah Kabupaten Pekalongan maupun Balai PSDA Pemali-Comal tentang jadwal pembukaan Bendungan Gembiro. Di tengah masyarakat beredar kabar bahwa pintu kemungkinan akan dibuka pada 2 November, namun belum ada konfirmasi resmi. Semuanya masih bergantung pada kondisi hujan dan kebutuhan air untuk pertanian.

Warga Kesesi dan Bojong kini hanya bisa menunggu. Banyak yang sudah menyiapkan jala dan peralatan, berharap tradisi kembali digelar setelah ketidakpastian beberapa tahun terakhir. Bagi mereka, pembukaan pintu Bendungan Gembiro bukan sekadar kegiatan tahunan, melainkan simbol keseimbangan antara air, pertanian, dan kehidupan sosial yang telah mengalir turun-temurun di Pekalongan.

Related Post

Leave a Comment