Bukan Sekadar Pesta Kembang Api: Memaknai Pergantian Tahun Baru sebagai Momentum Hijrah Kebaikan

            Tahun baru sebentar lagi datang, masyarakat ramai menyiapkan pesta kembang api, perayaan berupa bakar-bakar (barbeque), pesta kembang api serta masih banyak lagi yang cenderung

Admin

            Tahun baru sebentar lagi datang, masyarakat ramai menyiapkan pesta kembang api, perayaan berupa bakar-bakar (barbeque), pesta kembang api serta masih banyak lagi yang cenderung israf (berlebihan). Lalu, bagaimana Islam memandang perayaan pergantian tahun yang cenderung hura-hura ini? Dan apa yang seharusnya seorang muslim menanggapi tahun baru? Mari kita maknai pergantian tahun ini sebagai momentum untuk berhijrah menuju kebaikan.

            Pandangan keagamaan tentang perayaan tahun baru Masehi ini bukanlah hal baru. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya yang masyhur, Ihya’ Ulumiddin, pernah menyinggung hal ini. Beliau menganggap bahwa perayaan semacam itu, jika dilakukan secara berlebihan dan menyerupai ritual mereka, dapat dikategorikan sebagai meniru kebiasaan (tasyabbuh) kaum lain atau non-muslim. Pendapat ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 120, yang secara tegas melarang kita untuk mengikuti millah (jalan hidup/agama) dan keinginan (ahwa’) kaum di luar Islam, terutama yang bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, bagi seorang muslim, khususnya santri, pergantian tahun harus dimaknai sebagai momentum spiritual dan introspeksi diri.

Tentu, perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai batasan perayaan memang ada. Sebagian berpendapat bahwa selama perayaan tersebut bebas dari ritual yang menyerupai non-muslim, tidak berlebihan, dan tidak mengandung unsur kemaksiatan (seperti israf, khamr, atau ikhtilath), hal itu masih diperbolehkan.

Akan tetapi, dari pada terseret pada euforia tahun baru, lebih baik seorang muslim sejati memilih untuk memaknai bergantinya tahun dengan fokus pada dua amalan inti, yaitu: Muhasabah (Introspeksi Diri) dan Tajdidun Niyah (Perbaharuan Niat). Muhasabah dengan memikirkan apa saja yang kita perbuat selama satu tahun terakhir, akhak apa yang kurang pada diri kita, mengintropeksi apakah sudah sempurna ibadah selama satu tahun terakhir. Setelah mengetahui apa saja yang kita lakukan selama satu tahun, selanjutnya melakukan Tajdidun Niyah, meluruskan kembali semua niat untuk hidup lebih baik, menetapkan tekad yang lebih kuat untuk tahun mendatang, dan berniat untuk melakukan lebih banyak niat baik dan bertaqwa lebih dalam kepada Allah. Inilah esensi sejati dari Hijrah Kebaikan yang akan membawa kebermanfaatan abadi.

Memang, perayaan tahun baru diperbolehkan asalkan tidak melanggar syariat dan bebas dari unsur kemaksiatan yang dilarang. Akan tetapi, hendaknya seorang muslim sejati, terutama santri, menjadikan momentum ini bukan sekadar pergantian angka di kalender, melainkan titik balik seorang muslim untuk menuju pribadi yang lebih baik dan lebih bertaqwa. Oleh karena itu, mari kita alihkan energi yang seharusnya dihabiskan untuk euforia fana menjadi fokus pada peningkatan diri: ketekunan dalam menuntut ilmu, kesempurnaan dalam beribadah, dan peningkatan kualitas akhlak. Tinggalkan pesta fana, dan songsong tahun baru dengan semangat Muhasabah dan tekad Hijrah Kebaikan yang abadi.

Penulis: M. Lays Nasywa

Tags

Related Post

Leave a Comment